KESEHATAN
MENTAL
LAYANAN
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Di susun Oleh:
Nama: Ade
Nurestiana
NPM:
10513147
2PA08
Jurusan
Psikologi
Fakultas
Psikologi
Universitas
Gunadarma
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Khususnya
dalam pembahasan makalah ini kelompok akan membahas materi mengenai Layana
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yaitu Prinsip-prinsip layanan ABK,
Pendekatan Layanan, dan Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik. Oleh karena
itu setiap orang wajib mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti
yang telah diatur dalam UUPasal 32 tentang pendidikan dan pelayanan khusus
Ayat 1 Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Ayat 2 Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi. UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pendidikan
sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal maupun pendidikan bagi
anak
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari
makalah ini adalah agar kita sebagai calon
pendidik nantinya dapat mengetahui bagaimana layanan yang harus kita berikan
bagi anak berkebutuhan khusus khususnya anak dengan gangguan Fisik.
C. Masalah
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan maka fokus dalam makalah ini menitik
beratkan pada “Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat yang
bisa diperoleh dari makalah ini adalah :Sebagai bahan peningkatan dalam
pembelajaran bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
Layanan
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang
ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak
normal pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan
layanan pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh
sebab itu sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan
pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang
kurang beruntung ini memperoleh pendidikan secara optimal.
Layanan
pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya.Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan
pendidikan yang dibutuhkan.Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan
guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru
telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang
baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam
beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai cara melayani, usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang), kemudahan yang
diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
A. Prinsip-Prinsip
Layanan Anak Berkebutuhan Khusus
Ada dua prinsip layanan bagi anak
berkebutuhan khusus yang perlu diperhatikan oleh para guru atau pendidik, yaitu
prinsip umum dan khusus.
1. Prinsip
umum :
Pemberian
layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian
kesempatan kepada seluruh anak yang berkebutuhan khusus dari berbagai
tingkatan, ragam, dan jenis kecacatan yang ada.
Sebelum
memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus, guru atau pendidik harus
dapat mengungkap atau memahami terlebih dahulu kemampuan fisik dan psikologis
dari masing-masing anak. Hal ini sangat penting agar guru atau pendidik dalam
memberikan layanan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki
olehmasing-masing anak berkebutuhan khusus.
Guru
atau pendidik dalam memberikan layanan harus mengacu pada program yang dinamis,
yaitu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perserta didik. Dengan
demikian guru dituntut selalu mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang
setiap saat.
Layanan
pada anak berkebutuhan khusus tidak boleh dibeda-bedakan, semua harrus diberi
kesempatan untuk mendapatkan layanan, agar dapat mengmbangkan potensinya sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.
Layanan
pendidikan anak berkebutuhan khusus diperlukan adanya kerjasama dari
pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak terkait yang paling utama adalah orang
tua perserta didik, karena mereka perlu dilibatkan dalam merancang dan
menyelenggaran program pendidikan.
Layanan
anak berkebutuhan khusus harus dilakukan dengan rasa kasih sayang, bukan belas
kasih. Untuk itu sebagai guru harus dapat memberikan kasih sayang dengan
ditunjukan melalui menghargai dan mengakui keberadaan anak, menyapa mereka
dengan ramah, memberi tugas sesuai dengan kemampuan anak dan sebagainya.
Guru
dalam memberikan pembelajarn pada anak berkebutuhan khusus harus menggunakan
alat peraga, agar mereka lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan.
Guru
dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus harus mencangkup
semua ranah yaitu kognisi, afektif, dan psikomotor.
Proses
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengmbangkan bakat dan
minat yang dimiliki oleh mereka. Minat dan bakat masing-masing perserta didik
berbeda-beda, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang tua
adalah mengembangkan minat dan bakat mereka masing-masing.
Pembelajaran
pada anak berkebuthan khusus adalah disesuaikan pada kemampuan masing-masing
anak, hal ini sangat penting karena pendidikan yang didasari pada kemampuan
anak akan lebih terarah daripada yang berdasar bukan dari kemampuan anak.
Guru
merupakan model bagi subyek didiknya. Prilaku guru akan ditiru oleh mereka,
oleh karena itu guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model
yang ditampilkan guru dapat ditiru oleh perserta didiknya.
Pembelajaran
pada anak berkebutuhan khusus perlu penjelasan secara kongkrit dan perlu
diulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Hal ini dilakukan karena anak
berkebutuhan khusus proses berfikirnya lambat serta memiliki keterbatasan
pada indranya.
Pembelajaran
anak berkebutuhan khusus perlu diberikan latihan, motivasi dan pengulangan.
2. Prinsip
Khusus :
Prinsip
totalitas
Artinya adalah keseluruhan atau
keututhan.Dalam prinsip ini guru dalam mengajar suatu konsep harus secara
keseluruhan.Maksudnya adalah dalam mengenalkan konsep sedapat mungkin
melibatkan seluruh indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang
dikenalkan harus utuh, tidak sepotong-sepotong.
Prinsip
keperagaan
Prinsip ini sangat dibutuhkan untuk
menjelaskan konsep baru.Dalam menggunakan prinsip ini sangat berkaitan erat
dengan tipe-tipe belajar anak agar dalam mengetrapkan prinsip
keperagaan mengena.
Prinsip
berkesinambungan
Prinsip ini sangat dibutuhkan untuk
anak tunanetra dalam mempelajari konsep. Oleh sebab itu guru dalam memberikan
pelajaran untuk berkesinambungan antarra matapelajaran yang satu dengan yang
lain.
Prinsip
aktivitas
Prinsip ini sangat penting artinya
dalam belajar mengajar, yaitu anak memberikan respon terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru.Tugas guru membantu anak dalam kegiatan belajar mengajar
supaya aktif tidak hanya menjadi pendengar saja.
Prinsip
individual
Prinsip ini artinya adalah dalam
proses pembelajaran dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan individu anak,
bakat dan kemampuan masing-masing anak.
B. Pendekatan Layanan Pendidikan
Secara umum
dikenal 2 pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan layanan pendidikan
bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu: pendekatan kelompok/klasikal dan
pendekatan individual.
1. Pendekatan
Kelompok adalah pendekatan yang dilakukan secara kelompok. Pendekatan ini
memiliki kelebihan dalam hal waktu, tenaga, dan biaya. Disamping kelebihan juga
ada kelemahannya yaitu kurang efektif dalam proses pembelajarannya.
2. Pendekatan
individual yang dilakukan secara individu. Pendekatan ini memiliki kelebihan
dalam hal waktu, tenaga dan biaya.
Selain
pendekatan individu dan pendekatan kelompok, masih ada pendekatan yang dapat
digunakan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan remidial dan
pendekatan ekseleratif.Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak
berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan
lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan
khusus. Pendekatan remidial didasarkan pada bagian-bagian sub kompetensi yang belum
di capai oleh anak. Pendekatan ini dapat melatih dan mendorong anak untuk
menutup kekurangan yang ada pada dirinya dengan memperhatikan kemampuan yang
dimilikinya.Sedangkan pendekatan ekseleratif bertujuan untuk mendorong anak
berkebutuhan khusus yang memiliki bakat untuk lebih khusus lagi menguasai
kompetensinya yang ditetapkan berdasarkan asesmen kemampuan anak.Pendekatan
akseleratif juga lebih bersifat individual.
C. Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus
Secara umum
anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik membutuhkan layanan
pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yang dapat dikemukakan
sebagai berikut.
1.
Anak Tuna
Netra
Pengertian tuna netra menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989: 971) dan menurut
literatur berbahasa Inggris visually handicapped atau visual impaired. Pada
umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah
demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.
Anak yang mengalami gangguan
penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang
walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi
anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986 ). Pengertian ini mencakup anak yang
masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta. Dengan demikian, pengertian anak
tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak
berfungsi sbagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti
orang waras. Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tuna netra
menurut Hardman (dalam Suparno, 2008), meliputi 3 hal, yaitu sebagai berikut
.
Mobility training and daily living
skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat
dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan
kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, mencuci,
memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan.
Tradisional curriculum
content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa
termasuk ekspresinya dan keterampilan berhitung.
Communication media, yaitu
penguasaan braille dalam komunikasi.
Annastasia Widjajanti dan Imanuel
Hitipeuw (1995) (dalam Suparno, 2008) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak
Tunanetra yaitu sebagai berikut.
Penguasaan Braille,
yaitu kemampuan untuk menulis dan membaca braille. Tulisan
Braille Pengembangan metode membaca dan menulis dengan perabaan dimulai pada
akhir abad ke-17. Pada abad ke 18 ditemukannya tulisan timbul oleh Louis
Braille yang memberikan perubahan monumental bagi kehidupan para tunanetra dan
kemajuan di bidang literature (bacaan),komunikasi,danpendidikan.Braille adalah
serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabaan jari oleh orang
tunanetra. Braille bukanlah bahasa tetapi kode yang memungkinkan bahasa seperti
bahasa Indonesia, Inggris, Jerman dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis.
Simbol Braille dibentuk dari titik timbul dalam suatu formasi (susunan) sebagai
suatu unit yang disebut sel Braille. Sebuah sel Braille yang penuh terdiri atas
enam titik timbul yang tersusun dalam dua kolom dan tiga baris. Posisi titik
dalam sel diberi nomor urut dari 1 sampai dengan 6. Nomor 1 sd 3 untuk sel
sebelah kiri dari atas ke bawah dan nomor 4 sd 6 untuk sel sebelah kanan.
Kombinasi titik dalam satu sel Braille dapat digunakan untuk satu huruf, angka,
atau tanda baca bahkan sebagai satu kata.
Latihan
orientasi dan mobilitas, yaitu jalan dengan pendamping awas, latihan jalan
mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign
guide).
Penggunaan
alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma,
papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi
penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep matematikan braille.
Pembelajaran
pendidikan jasmani bagai anak tunanetra. Pembelajaran pendidikan jasmani
disesuaikan, bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaktif.
Pembelajaran
IPA. Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin menggunakan model yang dapat
diamati dan diraba oleh anak.
2. Anak
Tunarungu
Layanan
pendidikan yang spesifik bagi anak Tunarungu adalah terletak pada pengembangan
persepsi bunyi dan komunikasi. Adda beberapa cara mengembangkan kemampuan
komunikasi anak tunarungu, yaitu:
Metode
Oral
Cara melatih anak tunarungu supaya
dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan normal.Dalam hal ini perlu
partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal.
Membaca
Ujaran
Kegiatan yang mencangkup pengamatan visual
dari bentuk dan gerak bibir lawan bicaranya sewaktu dalam proses berbicara.
Membaca ujaran memiliki kelamah antara lain; tidak semua bunyi bahasa dapat
terlihat pada bibir, ada persamaan antara berbagai bunyi bentuk bahasa, lawan
bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh dan pengcapan harus pelan dan
lugas.
Metode
manual
Cara mengajar atau melatih anak
tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa isyarat ini
mempunyai komponen yaitu:
Bahasa
ungkapan badaniyah, adalah bahasa yang dilakukan dengan cara menggunakan
keseluruhan ekspresi badan.
Bahasa
isyarat lokal, suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional
berfungsi sebagai pengganti kata.
Bahasa
isyarat formal, bahasa nasional dalam isyarat biasanya menggunakan kosa kata
isyarat dan dengan berstruktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
Ejaan
jari
Penunjang bahasa isyarat dengan
menggunakan ejaan jari. Dalam penggunaan bahasa ejaan jari dapat dikelompokan
menjadi tiga, yaitu : ejaan jari dengan satu tangan, ejaan jari dengan dua
tangan, dan ejaan jari campuran.
Komunikasi total
Cara berkomuniksasi dengan
menggunakan salah satu modus atau semua cara berkomuniksai digunakan
(bahasa isyarat, ejaan jari, bicara, bacaan ujaran, dan lain sebagainya). Hal
ini digunakan untuk memperbaiki dalam mengajarkan komunikasi tunarungu.
Menurut
Suparno (2008) ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak
tuna rungu, yaitu sebagai berikut.
Metode oral, yaitu cara melatih anak
tuna rungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan
orang mendengar.
Membaca ujaran, yaitu suatu kegiatan
yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara
sewaktu dalam proses berbicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau
pemberian makna pada apa yang diucapkan lawan bicara dimana ekspresi muka dan
pengetahuan bahasa turut berperan.
Metode
manual, yaitu cara mengajar atau melatih anak tuna rungu
berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat
mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan
atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa
isyarat mempunyai beberapa komponen, yaitu: ungkapan badaniah, bahasa
isyarat lokal, dan bahasa isyarat formal.
Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang
bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar
dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu: ejaan jari dengan satu tangan (one handed),
ejaan jari dengan kedua tangan (two handed), dan ejaan jari
campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
Komunikasi total cara berkomunikasi
dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi, yaitu
penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti,
pantomimik, menggambar dan menulis,serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai
kebutuhan dan kemampuan seseorang.
3. Anak
Tunadaksa
Menurut
Frieda Mangunsong, dkk (1998) (dalam Suparno, 2008) layanan pendidikan bagi
anak tuna daksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu sebagai berikut.
Pendekatan
Multidisipliner dalam Program Rehabilitasi Anak Tunadaksa
Pendekatan multidisipliner merupakan
layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam
rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak.Beberapa ahli terkait
memberikan layanan rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang,
dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli
fisioterapi, okupasi, dan ahli pendidikan khusus.
Dalam program rehabilitas ini
dikenal empat stadium yaitu:
Pertama, stadium akut antara 0-6 tahun sejak
menderita, pada stadium ini merupakan stadium “survival” yaitu berjuang untuk
bertahan hidup.
Kedua, stadium sub.acut 6-12 minggu, merupakan
stadium perawatan rutin agar perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh walaupun
minimal.
Ketiga, stadium mandiri, pada stadium anak
lebih diarahkan untuk memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang.
Keempat, stadium “after care”, pada stadium
ini anak dipersiapkan kembali kerumah atau kesekolah untuk mengikuti program
pendidikan selanjutnya.
Program
Pendidikan Sekolah
Program pendidikan sekolah bagai mereka
yang tidak mengalami kelainan mental relatif sama dengan anak normal, hanya
bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi,
utamanya untuk perbaikan motoriknya.
Layanan
Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling
diarahkan untuk mengembangkan self-respect (menghargai diri
sendiri).
D. Model
Layanan Pendidikan ABK, Bentuk-Bentuk, Layanan Pendidikan Inklusif
1. Model
layanan ABK
ABK memiliki
tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat,
kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak
dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat
keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model
layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK
dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa model layanan
pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang
modern/terkini.
Model
Segregasi
Model
segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan
diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba
memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak
normal maupun ABK lainnya. Dalam praktiknya, masing-masing kelompok anak
dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani
sesuai dengan kekhususanya tersebut. Sebagai contoh: SLB/A, lembaga
pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak
tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga
pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna
laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan
sebagainya.
Kelebihan
dari model ini adalah anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa
minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong
kehidupan di hari-hari mendatang,anak lebih mudah beradaptasi dengan
temannya yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan, anak
termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di
sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi
rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan
adalah anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sulit
bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal, anak merasa
terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada
giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan
anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas
bagi mereka yang tergolong berkelainan.
Model Kelas Khusus
Sesuai
dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya
sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum atau regular. Keberadaan
kelas khusus tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada atau
tidaknya anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah
tersebut. Pada kelas khusus biasanya terdapat beberapa siswa yang
memiliki derajat kekhususan yang relatif sama.
Untuk
menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized
instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan
pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi
tinggal kelas atau drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara
dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel, ada
kelas khusus sepanjang hari, dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu.
Dalam kelas
khusus sepanjang hari ABK dididik oleh guru khusus di ruangan/kelas
yang khusus pula.Pada jam-jam istirahat, anak-anak ini dapat berinteraksi
dengan mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran mereka, hanya
berinteraksi dengan sesama mereka yang berkategori ABK. Kelas khusus ini
hampir mirip dengan sekolah segregasi, hanya lokasinya berada dalam satu
naungan sekolah induk atau reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar
bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk
bidang studi tertentu, seperti olahraga, kerajinan tangan, musik,
dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama-sama dengan anak-anak yang bukan
ABK.
Di kelas
khusus ini biasanya anak-anak mendapat mata pelajaran yang bersifat akademik
seperti membaca, menulis, dan berhitung atau aspek-aspek lain yang sesuai
dengan kekhususannya. Kebaikan atau kelebihan model ini adalah anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan
relative homogen, potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena
pembelajarannya menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil, secara
sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam
lingkungan yang normal.
Kekurangan
atau Kelemahannya adalah ABK kadang- masih mendapatkan stigma negative dari
sebagian temannya sehingga dapat mengganggu/ menghambat perkembangan
belajarnya, ABK dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul
dengan mereka yang bukan kategori ABK, dan sebahagian orangtua
kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai ABK apalagi kalau
dikelompokkan dengan sesama ABK dalam kelas khusus.
Model
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB
keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah sekolah
yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus usia
sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh
karena itu, dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna
grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan
dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara
bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri
Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan
pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis
kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu,
akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo
Sumarto, 1988).
Kebaikan
atau Kelebihan Model ini adalah anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas,
tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, dalam
perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi
dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya, dan secara
psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan
semangat, dan motivasi berprestasi.
Kekurangan
atau Kelemahan anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang
terpisah dari anak yang, anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi
dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan
berdasarkan jenis ketunaan tertentu, sehingga kadang-kadang timbul sikap
permusuhan diantara kelompok mereka.
Model
Guru Kunjung
Model guru
kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada atau
bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau
tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah
ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempat-tempat tersebut dibentuk
sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan
pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi kelompok belajar
yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan
materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari,
membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan
sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD terdekat. Guru
kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah
induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat.
Kebaikan
atau Kelebihan model ini adalah anak dapat lebih mendapat layanan
pendidikan dengan tidak perlu datang ke jauh karena sudah ada
petugas/guru khusus yang mendatanginya, anak-anak bisa saling berkomunikasi
dengan sesama ABK dari daerah atau tempat yang lain yang saling berjauhan
sehingga dapat memicu semangat belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan dan
keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya
adalah layanan pendidikan dengan guru kunjung dalam banyak hal masih
sulit diterapkan karena memerlukan jaringan kerjasama berbagai
pihak, ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain
keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam
pelaksanaan pembelajaran, orangtua anak ABK di daerah terpencil umumnya
masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar belajar,
dan masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua
untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.
Sekolah
Terpadu
Sekolah
terpadu pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan
untuk menerima ABK. Mereka belajar bersama-sama dengan anak-anak normal,
dengan diajar oleh guru umum sedangkan materi-materi yang memiliki sifat
kekhususan diberikan oleh guru pendamping.Dalam pelaksanaannya pendidikan
terpadu dapat berlangsung secara terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan secara
terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu.
Pada tipe
sekolah terpadu penuh, ABK belajar bersama-sama dengan mereka yang bukan
ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun demikian tipe
sekolah ini tetap membutuhkan kehadiran guru pendamping khusus di kelas/sekolah
tersebut. Guru khusus ini bisa menjadi mitra kerja bagi guru umum yang
mengajar. Jika guru umum menghadapi kesulitan berkaitan dengan ABK maka
ia dapat meminta bantuan pada guru khusus. Di sekolah terpadu
sebagian ABK mengikuti mata pelajaran bersama-sama, misalnya Matematika,
IPA, IPS, dan lain-lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak bisa diikuti
oleh ABK, maka ABK dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik
kekhususannya, seperti kegiatan: olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi
dan mobilitas, dan lain-lain. Pendidikan atau Sekolah Terpadu pada awalnya
hanya menerima murid ABK kategori tunanetra, namun untuk sekarang dan yang akan
datang pendidikan terpadu diharapkan bisa menerima murid dari semua jenis ABK
dengan sistem yang lebih baik lagi.
Kebaikan dan
kelebihan model ini adalah anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga
mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding
tembok pemisah yang tegas, dari perkembangan sosial, anak lebih mudah
berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal
di sekolah tersebut, secara psikologis, anak merasa percaya diri dan
dapat menimbulkan semangat atau motivasi untuk bersaing secara sehat dengan
mereka yang berkategori normal.
Kekurangan
dan kelemahan, adalah anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan
semangat belajar, dalam kondisi tertentu, anak menjadi bahan
olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK
menjadi tertekan, dan ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak
ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada.
Pendidikan
Inklusi (Inclusive Education)
1.
Bimbingan untuk mengenal situasi
sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang
per-orang.
2.
Menumbuhkembangkan perasaan nyaman,
aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3.
Melatih kepekaan indera-indera tubuh
yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan
psikomotornya.
4.
Melatih keberanian anak tunanetra
untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
5.
Menumbuhkan kepercayaan diri dan
kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6.
Melatih mobilitas anak untuk
mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7.
Memberikan pendidikan etika dan kesantunan
berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan
etika yang berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam
lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8.
Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam
karakter interaksi kelompok. Hal ini dapat memberikan pemahaman bahwa tiap
kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok anak-anak
kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa. Interaksi sosial yang baik
maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak diturunkan bagi anak
tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan.
Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung
atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk
menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam
bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak
tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat
membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan
lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial. Untuk memenuhi
kebutuhan khusus anak tunanetra, sekolah atau lembaga pendidikan bagi tunanetra
menyiapkan program pemenuhan kebutuhan tersebut dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum
pendidikan di lembaga pendidikan tunanetra biasanya dapat digolongkan sebagai
bidang studi dan sebagai keterampilan khusus. Secara keseluruhan program atau
kurikulum tersebut memiliki tujuan
(a) untuk meniadakan atau mengurangi hambatan belajar
dan perkembangan akibat ketunanetraan,
(b) memberikan berbagai keterampilan agar mereka mampu
berkompetisi dengan orang lain pada umumnya.
(c)membantu mereka untuk memahami
atau menyadari akan potensi dan kemampuannya.
Menurut
Bishop (1996) keterampilan yang diperlukan atau yang perlu disediakan di
lembaga pendidikan bagi tunanetra meliputi; keterampilan sensoris (kesadaran,
diskriminasi, persepsi), perkembangan motorik, pengembangan konsep, keterampilan
komunikasi, keterampilan bahasa, Braille, keterampilan sosial, kemampuan
menolong diri sendiri (ADL),Orientasi dan Mobilitas.
Analisa
Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
program kerja mereka sebelumnya.
Institusi kesehatan yang sudah ada di Indonesia seharusnya lebih diadakan lagi
di daerah-daerah. Terutama daerah pelosok Indonesia. Guna mencapai pemberdayaan
manusia yang baik. Pengadaan sekolah khusus, sekolah inklusi, sekolah segresi
seperti SLB bagi, Tuna Daksa, Tuna Laras, Tuna Grahita, Tuna Netra, Tuna Rungu,
Tuna Wicara, Autisme dan Tuna Campuran perlu lebih diperbanyak di Negri ini. Masih
banyaknya anak yang berkebutuhan khusus yang belum diberdayakan merupakan alasan
mengapa seharusnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus masih sngatlah
perlu digalaka lagi. Anak-anak yang berkebutuhan khusus di Indonesia merupakan
aset Negara yang sangat perlu di gali lagi potensi dalam dirinya. Sehingga bisa
untuk memajukan Indonesia kea rah yang lebih baik. Peran serta Orangtua, Tenaga
Kesehatan, Para Guru, Terapis, dan Masyarakat haruslah siap dalam membangun
mental mereka sehingga ada semangat yang lebih menyala pada anak yang
berkebutuhan khusus tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti Promosi dan sekaligus
penyuluhan haruslah serin diadakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan
penjelasan tentang betapa pentingnya menjalin hubungan antara lingkungan yang
sehat pada setiap individu. Para Terapis harus lebih masuk dalam memberikan penyuluhan
tentang keahlian yang dimiliki guna menunjang keberhasilan pendidikan serta
kesehatan anak yang berkebutuhan khusus. Penyuluhan yang seharusnya bisa lebih
masuk misalnya diadakan pengobatan gratis yang secara langsung memberikan
berbagai penyuluhan dan pengetahuan bagi para orangtua, masyarakt dan tenaga
kesehatan lainnya yang belum mengetahui tentang kegunaan dari adanya terapis
tersebut. Lingkungan masyarakat pun seharusnya harus melakukan pendekatan pada
setiap event-event yang diadakan oleh tenaga kesehatan guna menjalin kerjasama
yang baik dalam mencapai kesehatan yang telah dicanagkan pemerintah dalam.
Teori Yang Berkaitan
1.
Teori Perkembangan
Fokus pada perubahan dengan berlalunya waktu
Teori perkembangan harus kita
pelajari sebagai upaya untuk mengetahui tahapan-tahapan hidup manusia
Menjelaskan atau berhubungan dengan perubahan yang terjadi dalam waktu tertentu
dalam 1 atau lebih perilaku atau aktivitas psikologis ( thought, language,
social behavior, perception)
Dalam upaya mengungkap perubahan
dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan
ini
para ahli psikologi mengungkapkan
berbagai konsepsi yang menggambarkan mekanisme perubahan yang dialami manusia
sepanjang masa perkembangannya. Masing-masing teori dan konsep yang dikemukakan
mempunyai alasan dan cara pandang yang berbeda. Sehingga dalam menerapkan teori
di masyarakat, tidak dianjurkan untuk sepenuhnya mengikuti salah satu konsep
secara murni, mengingat tidak ada konsep yang berlaku obyektif untuk semua
kondisi perkembangan manusia. Namun, dalam proses belajar dan mengkaji pada
mata kuliah ini, apabila kita mengambil teori tertentu, maka kita akan
mengambil seluruh perangkat belief tentang pernyataan perkembangan yang harus
dinyatakan, metode untuk mempelajari hal tersebut dan apa sifat perkembangan.
Perkembangan
seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan (nature dan nurture).
Setiap individu adalah makhluk yang unik dan setiap tahap perkembangan memiliki
karakteristik yang khas. Faktor bawaan mencakup ciri-ciri fisik, kecerdasan,
bakat, temperamen (yang akan menentukan bagaimana seseorang bertindak,
bereaksi, bersikap dari satu situasi ke situasi lain yang sifatnya relatif
menetap).
Faktor
lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam arti memaksimalkan
potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk
meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen, gangguan
perkembangan atau hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah
mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik),
kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial
(kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga
diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai
orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya. Konteks dimana
anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks
kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya
kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota
keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada
tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi
di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak
disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak.
Perhatian,
kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan.
Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk
menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai
orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan
rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak
menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak.
Pada anak
usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan
tidak boleh. Hal ini berkaitan dengan karakteristik anak usia Balita yang
biasanya negativistik, mengapa demikian? Karena dia sudah sadar akan eksistensi
dirinya yang berbeda dari orang lain. Dari sini pula akan berkembang autonomi,
jadi seni dalam mendidik anak adalah bagaimana menimbang-nimbang sampai batas
mana anak dibolehkan dan sampai batas mana tidak dibolehkan. Bagaimana
mengalihkan keinginan anak yang tidak dibenarkan dan memberikan alternatif
sehingga autonomi anak tidak sampai dimatikan.
Di usia
Balita
Fokus utama untuk mengembangkan
dimensi kognitif adalah dalam hal bahasa dan memfokuskan perhatian pada apa
yang sedang berlangsung. Mengapa bahasa penting? Karena bahasa adalah alat
untuk berkomunikasi, mengarahkan pikiran seseorang, ekspresi diri yang paling
utama dalam komunitas manusia. Kalau anak tidak paham bahasa dan tidak dapat
mengungkapkan idenya melalui bahasa, bagaimana dia akan mempelajari hal-hal
lainnya?
Fokus utama
dalam aspek psikososial adalah menumbuhkan keyakinan diri sebagai anak yagn mampu
berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sehingga anak merasa percaya diri. Yang
melandasi hal ini adalah perlakuan orang tua sejak dia bayi. Anak merasa ada
orang yang dapat dia andalkan untuk memenuhi semua kebutuhannya, lekat dengan
ibu-ayahnya (sedapat mungkin orangtua). Kalau anak merasa dirinya lekat secara
aman dengan prangtuanya, hal ini akan berdampak jangka panjang, misalnya
keinginan untuk meraih prestasi yang baik, memilih pasangan hidup, dan
seterusnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mempunyai keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan
karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya.dengan
kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan pendidikan anak berbeda
dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu sebagai guru atau pendidik
perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan
layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung ini memperoleh
pendidikan secara optimal dan setara dengan anak normal
lainnya.
B.
Saran
Dalam
memberikan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan Khusus diperlukan berbagai
layanan pendidikan dengan pendekatan khusus dan strategi khusus yang harus guru
atau pendidik atau calon guru ketahui dan pahami dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Dra.Yuliane, M.
Pd.2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Pontianak
:2010
Hallahan, Daniel P.
and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;
duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;
Rahardja, Djadja.
(2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education.
Mirza, Dewi. (2007).
Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online). Tersedia: http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-922#publisher#publisher;
Abudin, PGSD. 2010.
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot; [tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-